Definisi, Sifat,
Fungsi Peranan dan Deregulasi bank di Indonesia Bank adalah sebuah lembaga
intermediasi keuangan umumnya didirikan dengan kewenangan untuk menerima
simpanan uang, meminjamkan uang, dan menerbitkan promes atau yang dikenal sebagai
banknote. Sedangkan menurut undang-undang perbankan bank adalah badan usaha
yang menghimpun dana dari masyarakat dalam bentuk simpanan dan menyalurkannya
kepada masyarakat dalam bentuk kredit dan atau bentuk-bentuk lainnya dalam
rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. “Bank sebagai perantara keuangan
(financial intermediary)” Maksudnya adalah bank menjadi perantara keuangan
antara pihak yang kelebihan dana (surplus unit) dengan pihak yang membutuhkan
dana (defisit unit). “Bank memiliki fungsi sebagai “Agen Pembangunan” (Agent of
Development)” Sebagai badan usaha, bank tidaklah semata-mata mengejar
keuntungan (profit oriented), tetapi bank turut bertanggung jawab dalam
pembangunan nasional dalam rangka meningkatkan taraf hidup rakyat banyak. Dalam
hal ini bank juga memiliki tanggung jawab sosial. Deregulasi Bank Indonesia
Deregulasi perbankan adalah keadaan dimana terjadinya perubahan peraturan dalam
perbankan, khususnya di Indonesia. Hal ini terjadi karena belum tangguhnya
keadaan perbankan Indonesia, disebabkan perbankan Indonesia adalah warisan dari
negara penjajah di Indonesia sehingga tidak memiliki kemampuan untuk mengelola
perbankan dengan baik dan Indonesia memang tidak didasari untuk belajar dari
negara-negara lain yang sudah lebih lama mengatur soal bank. Deregulasi ini
dimaksudkan dengan tujuan membuat suasana perbankan di Indonesia lebih stabil.
Maka dibuatlah kebijakan – kebijakan yang mengatur tentang perbankan Indonesia.
Mulai dari 1 juni tahun 1983 yang memberikan keleluasaan kepada bank-bank untuk
menentukan suku bunga deposito. Dilanjutkan dengan Paket Kebijakan 27 Oktober
1988 (Pakto 88) hanya dengan modal Rp 10 milyar maka seorang pengusaha bisa
membuka bank baru sehingga pada masa itu meledaklah jumlah bank di Indonesia.
Lalu Paket Februari 1991 (Paktri) yang berupaya mengatur pembatasan dan
pemberatan persyaratan perbankan dengan mengharuskan dipenuhinya persyaratan
permodalan minimal 8 persen dari kekayaan sehingga diharapkan peningkatan
kualitas perbankan Indonesia. UU Perbankan baru No 7 menggarisbawahi soal
peniadaan pemisahan perbankan berdasarkan kepemilikan. Hingga Pakmei pemerintah
berharap mengucurkan kredit, sehingga dunia usaha tidak lesu lagi dan industri
otomotif bisa bergairah kembali, dan terakhir dikeluarkannya PP No 68 tahun
1996, PP ini sangat menguntungkan para nasabah karena nasabah bank akan tahu
persis rapor banknya. masa penjajahan sebelum Indonesia merdeka, tepatnya
tanggal 10 Oktober 1827 di wilayah Hindia Belanda (Nusantara), sudah didirikan
bank oleh pemerintah Hindia Belanda. Bank tersebut diberi nama De Javasche Bank
kedudukan di Batavia (sekarang Jakarta). Bank tersebut bukanlah milik
pemerintah, namun semua pimpinannya diangkat oleh pemerintah. Tujuan utama
pendirian bank tersebut adalah untuk meningkatkan perekonomian pemerintah
Belanda. Pada tahun 1951, De Javashe Bank di nasionalisasikan diganti namanya
menjadi Bank Indonesia. Selain bank yang didirikan oleh pemerintah Hindia
Belanda,ada juga bank yang didirikan oleh swasta yang dananya berasal dari
orang-orang Belanda, Inggris, Jepang, dan Cina. Bank-bank yang dimiliki oleh
orang Belanda adalah: 1. Nederland Handels Maatschappij (1824). 2. De
Escomptobank N.V (1857), dan 3. Nationale Handelsbank (1863). Bank-bank yang
dimiliki oelh orang Inggris adalah: 1. The Chartered Bank of Hindia. 2.
Hongkong ShanghaiShanghai BankingBanking Corporation. Bank-bank yang dimiliki
oleh orang inggris adalah: 1. The Yokohama Shokin Bank, dan 2. The Mitsui Bank.
Bank-bank yang dimiliki oleh orang Cina adalah: 1. The Overseas Chinese Banking
Corporation. 2. The Bank of China. 3. NV Batavia Bank, dan 4. NV Bank
Vereeninging Oei Tiong Ham. Keberadaan bank-bank swasta asing tersebut lebih
bersifat menguntungkan orang-orang asing dan bukunya memajukan perekonomian
rakyat Indonesia. Namun, untunglah terdapat beberapa tokoh (orang indonesia
yang memikirkan nasib perekonomian rakyat. Mereka mendirikan berbagai
organisasi yang kegiatannya untuk meningkatkan perekomonian orang indoensia. Di
antaraantara sekian banyak organisasi yang muncul di indonesia yang sangat
terkenal adalah: 1. Bank Bank Pyiyayi yang didirikan oleh Patih Wiriaatmadja
dii Purwokerto tahun 1896. 2. Indonesia StudyStudy Club, yang dipimpin oleh Dr.
Sutomo, mendirikan koperasi, sekolah tenun, pusat kerajinan, dan bank. Bank
yang didirikan di Surabaya diberi nama Bank Nasional Indonesia pada tahun 1925
3. NV Bank Boemi di Jakarta yang dipelopori oleh Sumanang. 4. Bank Nasional
Abuan Saudagar di Bukittinggi. Masa Kemerdekaan Perkembangan I setelah jepang
menyerah pada Perang Dunia kedua, Belanda kembali lagi ke Indonesia dengan
membonceng tentara Inggris. Akibanya, wilayah Indonesia saat itu terbagi
menjadi dua, yaitu Daerah Republik yang dikuasai oleh pemerintah Republik
Indinesia dan Daerah Federal yang diduduki oleh Belanda. Di daerah Republik
terdapat bank pemerintah dan bank swasta. Bank pemerintah yang ada pada saat
itu adalah: 1. Bank Negara Indonesia (BNI) yang didirikan tanggal 5 juli 1946.
2. Bank Rakyat Indonesia (BRI), yang berasal dari De Algemene Volkscredietbank.
Adapun bank - bank swasta yang ada pada saat itu adalah: 1. Bank Surakarta
Maskapai Andil Bumi Puteri di Solo. 2. Bank Indonesia di Palembang. 3.
Indonesia BankingBanking Corporaton di Yogyakarta, dan 4. Bank Nasional
Indonesia di Surabaya. Di daerah Federasi terdapat bank yang dimiliki oleh
swasta, yakni : 1. NV Bank Soelawesi di Manado. 2. NV Bank Perniagaan
Indonesia. 3. NV Bank Timoer di Semarang. 4. Bank Dagang Indonesia VV di
Banjarmasin, dan 5. Kalimantan TradingTrading Corpporation di Samarinda. Dewasa
ini di Indonesia terdapat banyak bankbank yang dimiliki oleh pemerintah maupun
swasta nasional dan swasta nasional dan swasta asing, namun, menurut fungsinya
bank-bank tersebut dapat dikelompokkan menjadi Bank Sentral yaitu Bank
Indonesia. Bank Sentral di atur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 23
Tahun 1999 tentang Kemandirian Bank Sentral, sedangkan Bank Umum dan Bank
Perkreditan Rakyat diatur oleh Undang-Undang Republik Indonesia No. 7 Tahun
1992 tentang Perbankan. Sejumlah pasal UU tersebut mengalami perubahan melalui
Undang-Undang No. Tahun 1998. Sebelum kedatangan bangsa barat, nusantara telah
berkembang menjadi wilayah perdagangan internasional. Pada saat itu terdapat
dua jalur perniagaan internasional yang digunakan oleh para pedagang, jalur
darat dan jalur laut. Pada masa itu telah terdapat dua kerajaan utama di
nusantara yang mempunyai andil besar dalam meramaikan perniagaan internasional,
yaitu Sriwijaya dan Majapahit. Dalam maraknya perniagaan tersebut belum ada
matamata uang baku yang dijadikan nilai standar. Meskipun masyarakat telah
mengenal mata uang dalam bentuk sederhana. Sementara itu pada abad ke-15
bangsa-bangsa Eropa sedang berupaya memperluas wilayah penjelajahannya di
berbagai belahan dunia, termasuk AsiaAsia dan Nusantara. sejak jatuhnya
Konstantinopel ke tangan kekuasaan Turki Usmani (1453), penjelajahan tersebut
dipelopori oleh Spanyol dan Portugis yang kemudian diikuti oleh Belanda,
Inggris, dan Perancis. Kegiatan penjelajahan tersebut telah mendorong munculnya
paham merkantilisme di Eropa pada abad ke 16–17. Selanjutnya pada akhir abad
ke-18 revolusi industri telah berlangsung di Eropa. Kegiatan industri
berkembang dan hasil produksi meningkat sehingga mendorong kegiatan ekspor ke
wilayah AsiaAsia dan AmerikaAmerika. Pesatnya perdagangan di Eropa memicu
tumbuhnya lembaga pemberi jasa keuangan yang merupakan cikal-bakal lembaga
perbankan modern, antara lain seperti Bank van Leening di Belanda. Kemudian
secara bertahap bank-bank tertentu di wilayah Eropa seperti Bank of England
(1773), Riskbank (1809), Bank of France (1800) berkembang menjadi bank sentral.
Munculnya Malaka sebagai emporium perdagangan telah menarik perhatian bangsa
Portugis yang akhirnya pada 1511 berhasil menguasai Malaka. Mereka terus
bergerak ke arah timur menuju sumber rempah-rempah di Maluku. Di sana Portugis
menghadapi bangsa Spanyol yang datang melalui FilipinaFilipina. Beberapa saat
kemudian bangsa Belanda juga berusaha menguasai sumber-sumber komoditi
perdagangan di Jawa dan Nusantara. Dengan mengibarkan bendera VOC yaitu
perusahaan induk penghimpun perusahaan-perusahaan dagang Belanda, mereka
mengukuhkan kekuasaanya di Batavia pada 1619. Untuk memperlancar dan
mempermudah aktivitas perdagangan VOC di Nusantara, pada 1746 didirikan De Bank
van Leening dan kemudian berubah menjadi De Bank Courant en Bank van Leening
pada 1752. Bank van Leening merupakan bank pertama yang beroperasi di
Nusantara. Pada akhir abad ke-18, VOC telah mengalami kemunduran, bahkan
kebangkrutan. Maka kekuasaan VOC di nusantara diambil alih oleh pemerintah
Kerajaan Belanda. Setelah masa pemerintahan HermanHerman William Daendels dan
Janssen, Hindia Timur akhirnya jatuh ke tangan Inggris. Ratu Inggris mengutus
Sir Thomas Stamford RafflesRaffles untuk memerintah Hindia Timur. Tetapi
pemerintahan Raffles tidak bertahan lama, karena setelah usainya perang melawan
Perancis (Napoleon) di Eropa, Inggris dan Belanda membuat kesepakatan bahwa
semua wilayah Hindia Timur diserahkan kembali kepada Belanda. Sejak saat itu
Hindia Timur disebut sebagai Hindia Belanda (Nederland Indie) dan diperintah
oleh Komisaris Jenderal (1815–1819) yang terdiri dari Elout, Buyskes, dan van
der Capellen. Pada periode inilah berbagai perbaikan ekonomi mulai dilaksanakan
di Hindia Belanda. Hingga nantinya Du Bus menyiapkan beberapa kebijakan yang
mempersiapkan didirikannya De Javasche Bank pada 1828. Perkembangan II. Gagasan
pembentukan bank sirkulasi untuk Hindia Belanda dicetuskan menjelang
keberangkatan Komisaris Jenderal Hindia Belanda Mr. C.T. Elout ke Hindia
Belanda. Kondisi keuangan di Hindia Belanda dianggap telah memerlukan
penertiban dan pengaturan sistem pembayaran dalam bentuk lembaga bank. Pada
saat yang sama kalangan pengusaha di Batavia, Hindia Belanda, telah mendesak
didirikannya lembaga bank guna memenuhi kepentingan bisnis mereka. Meskipun
demikian gagasan tersebut baru mulai diwujudkan ketika Raja Willem I
menerbitkan Surat Kuasa kepada Komisaris Jenderal Hindia Belanda pada 9
Desember 1826. Surat tersebut memberikan wewenang kepada pemerintah Hindia
Belanda untuk membentuk suatu bank berdasarkan wewenang khusus berjangka waktu,
atau lazim disebut oktroi. Dengan surat kuasa tersebut, pemerintah Hindia
Belanda mulai mempersiapkan berdirinya DJB. Pada 11 Desember 1827, Komisaris
Jenderal Hindia Belanda Leonard PierrePierre Joseph Burggraaf Du Bus de
Gisignies mengeluarkan Surat Keputusan No. 28 tentang oktroi dan
ketentuan-ketentuan mengenai DJB. Kemudian pada 24 Januari 1828 dengan Surat
Keputusan Komisaris Jenderal Hindia Belanda No. 25 ditetapkan akte pendirian De
Javasche Bank (DJB). Pada saat yang sama juga diangkat Mr. C. de Haan sebagai
Presiden DJB dan C.J. Smulders sebagai sekretaris DJB. Oktroi merupakan
ketentuan dan pedoman bagi DJB dalam menjalankan usahanya. Oktroi DJB pertama berlaku
selama 10 tahun sejak 1 Januari 1828 sampai 31 Desember 1837 dan diperpanjang
sampai dengan 31 Maret 1838. Pada periode oktroi keenam, DJB melakukan
pembaharuan akte pendiriannya di hadapan notaris Derk Bodde di Jakarta pada 22
Maret 1881. Sesuai dengan akte baru DJB, statusstatus bank diubah menjadi
Naamlooze Vennootschap (N.V.). Dengan perubahan akte tersebut, DJB dianggap
sebagai perusahaan baru. Oktroi kedelapan adalah oktroi DJB terakhir hingga
berlakunya DJB Wet pada 1922. Pada periode oktroi terakhir ini, DJB banyak
mengeluarkan ketentuan baru dalam bidang sistem pembayaran yang mengarah kepada
perbaikan bagi lalu lintas pembayaran di Hindia Belanda. Oktroi kedelapan
berakhir hingga 31 Maret 1921 dan hanya diperpanjang selama satu tahun sampai dengan
31 Maret 1922. Perkembanngan III. Pada 31 Maret 1922 diundangkan De Javasche
Bankwet 1922 (DJB Wet). Bankwet 1922 ini kemudian diubah dan ditambah dengan UU
tanggal 30 April 1927 sertaserta UU 13 November 1930. Pada dasarnya De Javasche
Bankwet 1922 adalah perpanjangan dari oktroi kedelapan DJB yang berlaku
sebelumnya. Masa berlaku Bankwet 1922 adalah 15 tahun ditambah dengan
perpanjangan otomatis satu tahun, selama tidak ada pembatalan oleh gubernur
jenderal atau pihak direksi. Pimpinan DJB pada periode DJB Wet adalah direksi
yang terdiri dari seorang presiden dan sekurang-kurangnya dua direktur, satu di
antaranya adalah sekretaris. Selain itu terdapat jabatan presiden pengganti I,
presiden pengganti II, direktur pengganti I, dan direktur pengganti II.
Penetapan jumlah direktur ditentukan oleh rapat bersama antara direksi dan
dewan komisaris. Pada periode ini DJB terdiri atas tujuh bagian, di antaranya
bagian ekonomi statistikstatistik, sekretaris, bagian wesel, bagian produksi,
dan bagian efek-efek. Pada periode ini DJB berkembang pesat dengan 16 kantor
cabang, antara lain: Bandung, Cirebon, Semarang, Yogyakarta, Surakarta,
Surabaya, Malang, Kediri, Kutaraja, Medan, Padang, Palembang, Banjarmasin,
Pontianak, Makassar, dan Manado, sertaserta kantor perwakilan di Amsterdam, dan
New York. DJB Wet ini terus berlaku sebagai landasan operasional DJB hingga
lahirnya Undang-undang Pokok Bank Indonesia 1 Juli 1953. Perkembangan IV
Pecahnya Perang Dunia II di Eropa terus menjalar hingga ke wilayah Asia
Pasifik. Militer Jepang segera melebarkan wilayah invasinya dari daratan Asia
menuju Asia Tenggara. Menjelang kedatangan Jepang di Pulau Jawa, Presiden DJB,
Dr. G.G. van Buttingha Wichers, berhasil memindahkan semua cadangan emasnya ke
Australia dan Afrika Selatan. Pemindahan tersebut dilakukan lewat pelabuhan
Cilacap. Setelah menduduki Pulau Jawa pada bulan Februari-Maret 1942, tentara
Jepang memaksa penyerahan seluruh aset bank kepada mereka. Selanjutnya, pada
bulan April 1942, diumumkan suatu banking-moratorium tentang adanya penangguhan
pembayaran kewajiban-kewajiban bank. Beberapa bulan kemudian, pimpinan tentara
Jepang untuk Pulau Jawa, yang berada di Jakarta, mengeluarkan ordonansi berupa
perintah likuidasi untuk seluruh bank Belanda, Inggris, dan beberapa bank Cina.
Ordonansi serupa juga dikeluarkan oleh komando militer Jepang di Singapura
untuk bank-bank di Sumatera, sedangkan kewenangan likuidasi bank-bank di
Kalimantan dan Great East diberikan kepada Navy Ministry di Tokyo. Fungsi dan
tugas bank-bank yang dilikuidasi tersebut, kemudian diambil alih oleh bank-bank
Jepang, seperti Yokohama Specie Bank, Taiwan Bank, dan Mitsui Bank, yang pernah
ada sebelumnya dan ditutup oleh Belanda ketika mulai pecah perang. Sebagai bank
sirkulasi di Pulau Jawa, dibentuklah Nanpo Kaihatsu Ginko yang melanjutkan
tugas tentara pendudukan Jepang dalam mengedarkan invansion money yang dicetak
di Jepang dalam tujuh denominasi, mulai dari satu hingga sepuluh gulden. Sampai
pertengahan bulan Agustus 1945, telah diedarkan invansion money senilai 2,4
milyar gulden di Pulau Jawa, 1,4 milyar gulden di Sumatera, serta dalam nilai
yang lebih kecil di Kalimantan dan Sulawesi. Sejak tanggal 15 Agustus 1945,
juga masuk dalam peredaran senilai 2 milyar gulden, yang sebagian berasal dari
uang yang ditarik dari bank-bank Jepang di Sumatera serta sebagian lagi dicuri
dari De Javasche Bank Surabaya dan beberapa tempat lainnya. Hingga bulan Maret
1946, jumlah uang yang beredar di wilayah Hindia Belanda berjumlah sekitar
delapan milyar gulden. Hal tersebut menimbulkan hancurnya nilai mata uang dan
memperberat beban ekonomi wilayah Hindia Belanda. Perkembangan V. Setelah
Jepang menyerah pada 15 Agustus 1945, Indonesia segera memproklamasikan
kemerdekaannya pada 17 Agustus 1945. Keesokan harinya, pada 18 Agustus 1945
telah disusun Undang-Undang Dasar 1945. Dalam penjelasan UUD 1945 Bab VIII
pasal 23 Hal Keuangan yang menyatakan cita-cita membentuk bank sentral dengan
nama Bank Indonesia untuk memperkuat adanya kesatuan wilayah dan kesatuan
ekonomi-moneter. Sementara itu dengan membonceng tentara Sekutu, Belanda
kembali mencoba menduduki wilayah yang pernah dijajahnya. Maka dalam wilayah
Indonesia terdapat dua pemerintahan yaitu: pemerintahan Republik Indonesia dan
pemerintahan Belanda atau Nederlandsche Indische Civil Administrative (NICA).
Selanjutnya NICA membuka akses kantor-kantor pusat Bank Jepang di Jakarta dan
menugaskan DJB menjadi bank sirkulasi mengambil alih peran Nanpo Kaihatsu
Ginko. Tidak lama kemudian DJB berhasil membuka sembilan cabangnya di wilayah-wilayah
yang dikuasai oleh NICA. Pembukaan cabang-cabang DJB terus berlanjut seiring
dengan dua agresi militer yang dilancarkan Belanda kepada Indonesia. Sementara
itu di wilayah yang dikuasai oleh Republik Indonesia, dibentuk Jajasan Poesat
Bank Indonesia (Yayasan Bank Indonesia) yang kemudian melebur dalam Bank Negara
Indonesia sebagai bank sirkulasi berdasarkan Peraturan Pemerintah Pengganti
Undang-Undang No.2/1946. Namun demikian situasi perang kemerdekaan dan
terbatasnya pengakuan dunia sangat menghambat peran BNI sebagai bank sirkulasi.
Namun demikian pada 30 Oktober 1946, pemerintah dapat menerbitkan Oeang
Repoeblik Indonesia (ORI) sebagai uang pertama Republik Indonesia. Periode ini
ditutup dengan Konferensi Meja Bundar (KMB) 1949 yang memutuskan DJB sebagai
bank sirkulasi untuk Republik Indonesia Serikat (RIS) dan Bank Negara Indonesia
sebagai bank pembangunan. Perkembangan VI. Pada Desember 1949, Belanda mengakui
kedaulatan Republik Indonesia sebagai bagian dari Republik Indonesia Serikat (RIS).
Pada saat itu, sesuai dengan keputusan Konferensi Meja Bundar (KMB), fungsi
bankbank sentral tetap dipercayakan kepada De Javasche Bank (DJB). Pemerintahan
RIS tidak berlangsung lama, karena pada tanggal 17 Agustus 1950, pemerintah RIS
dibubarkan dan Indonesia kembali ke bentuk Negara Kesatuan Republik Indonesia
(NKRI). Pada saat itu, kedudukan DJB tetap sebagai bankbank sirkulasi.
Berakhirnya kesepakatan KMB ternyata telah mengobarkan semangat kebangsaan yang
terwujud melalui gerakan nasionalisasi perekonomian Indonesia. Nasionalisasi
pertama dilaksanakan terhadap DJB sebagai bank sirkulasi yang mempunyai peranan
penting dalam menggerakkan roda perekonomian Indonesia. Sejak berlakunya
Undang-undang Pokok Bank Indonesia pada tanggal 1 Juli 1953, bangsa Indonesia
telah memiliki sebuah lembaga bank sentral dengan nama Bank Indonesia. Sebelum
berdirinya Bank Indonesia, kebijakan moneter, perbankan, dan sistem pembayaran
berada di tangan pemerintah. Dengan menanggung beban berat perekonomian negara
pasca perang, kebijakan moneter Indonesia ditekankan pada peningkatan posisi
cadangan devisa dan menahan laju inflasi. Sementara itu, pada periode ini,
pemerintah terus berusaha memperkuat sistem perbankan Indonesia melalui
pendirian bank-bank baru. Sebagai bank sirkulasi, DJB turut berperan aktif
dalam mengembangkan sistem perbankan nasional terutama dalam penyediaan dana
kegiatan perbankan. Banyaknya jenis matamata uang yang beredar memaksa
pemerintah melakukan penyeragaman mata uang. Maka, meski hanya untuk waktu yang
singkat, pemerintah mengeluarkan uang kertas RIS yang menggantikan Oeang
Republik Indonesia dan berbagai jenis uang lainnya. Akhirnya, setelah sekian
lama berlaku sebagai acuan hukum pengedaran uang di Indonesia, Indische Muntwet
1912 diganti dengan aturan baru yang dikenal dengan Undang-undang Mata Uang
1951 Deregulasi di Indonesia sejak tahun 1980 1. Paket Deregulasi 1 Juni 1983
Pada paket deregulasi ini, Bank menentukan sendiri suku bunga deposito &
suku bunga pinjaman. Selain itu juga, deregulasi ini mempunyai dua pengendalian
moneter yaitu pengendalian moneter tanpa menentukan pagu kredit dan
Pengendalian moneter tidak langsung. 2. Paket Kebijaksanaan 27 Oktober 1988
Untuk paket kebijaksanaan27 Oktober 1988, melakukan perluasan jaringan keuangan
& perbankan ke seluruh wilayah Indonesia serta diversifikasi sarana dana
untuk kemudahan pendirian bank-bank swasta baru, pembukaan kantor cabang baru,
pendirian lembaga keuangan bukan bank di luar Jakarta, pendirian BPR, pemberian
ijin penerbitan sertifikat deposito bagi lembaga keu. bukan bank, perluasan
tabungan. Di samping itu, penurunan likuiditas wajib minimum dari 25% menjadi
2% dan penyempurnaan Open Market Operation dilakukan oleh paket kebijaksanaan
pada 27 Oktober 1988. 3. Paket Kebijaksanaan 25 Maret 1989 Memuat peleburan
usaha (merger) & penggabungan usaha bank umum swasta nasional, bank
pembangunan, BPR, penyempurnaan ketentuan pendirian & usaha BPR, pemilikan
modal campuran, penggunaan tenaga kerja professional WNA. 4. Paket Kebijaksanaan
19 Januari 1990 Peningkatan efisiensi dalam alokasi dana masyarakat kearah
kegiatan produktif & peningkatan pengerahan dana masyarakat, mengurangi
ketergantungan kepada KLBI, kredit kepada KOPERASI, kredit pengadaan pangan
& gula, kredit investasi, kredit umum, KUK dan Kewajiban bagi bank untuk
menyalurkan 25% dananya ke bidang pengembangan usaha kecil & perorangan,
juga merupakan target dari paket kebijaksanaan ini. 5. Paket Kebijaksanaan 20
Pebruari 1991 Paket Kebijaksanaan ini berisi kelanjutan Pakto 27 1988,yang
antara lain ; Berkaitan dengan ketentuan pengaturan perbankan dengan prinsip
prudential, pengawasan & pembinaan kredit dilakukan dalam rangka mewujudkan
sistem perbankan yang sehat & efisien, maka diperlukan disentralisasi dalam
pelaksanaannya dan emisahan antara pemilikan bank & manajemen bank secara
professional. 6. Paket Kebijaksanaan 29 Mei 1993 Memperlancar kredit perbankan
bagi dunia usaha dengan jalan ; Mendorong perluasan kredit dengan tetap
berpedoman pada azas-azas perkreditan yang sehat, mendorong perbankan untuk
menangani masalah kredit macet, mengendalikan pertumbuhan jumlah uang beredar
& kredit perbankan dalam batas-batas aman bagi stabilitas ekonomi dan
pencanangan akan konsep kehati-hatian dalam pengelolaan bank yang lebih menekankan
kepada kualitas dalam pemberian kredit melalui penilaian kembali terhadap
aktiva produktif bank-bank. Kesimpulan : Deregulasi perbankan yang dilakukan
pemerintah melalui Paket Juni 1983 dan Paket 1988 telah berakibat tingkat
persaingan antar bank menjadi semakin tinggi. Hl ini dikarenakan semakin
mudahnya seseorang atau suatu kelompok membuat bank baru di Indonesia. Dampak
positifnya adalah dengan deregulasi ini maka kondisi perbankan di Indonesia
sudah semakin maju. Sedangkan dampak negatifnya adalah banyak pengusaha yang
mensalahgunakan bank dan banyaknya tindakan KKN yang disebabkan rendahnya
pengawasan terhadap perbankan Indonesia Sumber:
:http://estiningsih.staff.gunadarma.ac.id/Downloads/files/11263/KEBIJAKAN+MONETER+DAN+PERBANKAN.doc
https://ferrylaks.wordpress.com/2010/10/22/deregulasi-bank-di-indonesia/
http://id.wikipedia.org/wiki/Bank http://tyobee.blogspot.com
http://d1pt4.wordpress.com
http://dairycattlediary.blogspot.com/2012/03/definisi-sifat-fungsi-peranan-dan.html
http://kulpulan-materi.blogspot.de/2012/03/sejarah-singkat-bank-indonesia.html
http://okaardhi.wordpress.com/2010/02/16/sejarah-bank-indonesia/
http://yanuarkemal.blogspot.com/2014/04/sejarah-bank-indonesia.html
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Copy and WIN : http://ow.ly/KNICZ
Tidak ada komentar:
Posting Komentar